Pertama: Berani meninggalkan zona nyaman.
Setiap orang selalu merindukan zona nyaman. Mereka setengah mati berusaha meraihnya. Dan setibanya di zona tersebut mereka istirahat dan menikmati kenyamanan. Sayangnya, sebagian besar tertidur di zona itu, tak mau bergerak, sehingga tanpa sadar zona itu lama-lama tidak nyaman dan bahkan cenderung berbahaya. Dan ketika sadar, ia tak mampu lagi keluar dari zona nyaman dan — apa boleh buat — ia terjabak di sana selamanya.
Salah satu zona nyaman yang berbahaya bagi karyawan adalah gaji atau pendapatan yang tetap. Sedangkan bagi pengusaha adalah penguasaan pasar atau kestabilan perusahaan.
Nah, mereka yang berbakat jadi pengusaha adalah mereka yang tidak terjebak dalam zona nyaman. Bahkan mereka cenderung mencari tantangan untuk menciptakan zona nyaman baru. Mereka berani bertarung di pasar. Mereka berani menjual harta yang dimilikinya untuk memulai usaha. Susi Pujiastuti, sang ekportir hasil laut terbesar di negeri ini misalnya, memodali sendiri bisnisnya dengan menjual anting-anting dan gelangnya seharga Rp 750 ribu. Saya sendiri sempat “menggadaikan” rumah dan menjual mobil ketika usaha saya sempat goncang di tengah jalan.
Sementara Ollie dan Angel berani meninggalkan zona aman sebagai karyawan dengan gaji tetap demi membesarkan toko buku onlinenya (Kutukutubuku.com), butik onlinenya (Heartyboutique.com) serta solusi toko onlinenya (TukuSolution.com). Contoh lain, Iim Fahima dan Adhitia Sofyan berani meninggalkan gaji mewahnya sebagai karyawan biro iklan tradisional dan masa depannya yang cerah di sana, untuk membangun konsultan komunikasi pemasaran online Virus Communications.
Ketika sudah jadi pun, mereka yang berjiwa pengusaha tidak berhenti. Mereka biasanya resah dan segera berusaha meninggalkan zona aman “bisnis sudah jadi”. Mereka terus berpacu untuk membesarkan usahanya. Uang mereka tidak dibiarkan menganggur di bank, reksanada dan sejenisnya. Mereka tumpahkan harta mereka untuk menciptakan peluang baru.
Kedua, Fokus.
Memang ada saja pengusaha yang sukses meski ia tidak fokus di bisnis terntentu. Meski demikian, setahu saya, lebih banyak pengusaha yang sukses karena fokus ketimbang yang kurang fokus. Bill Gates tutup mata bertahun-tahun sepanjang hidupnya hanya fokus di bisnis peranti lunak, dan dia menjadi orang terkaya di dunia13 tahun berturut-turut. Susi Pudjiastuti yang setiap hari bergelut dengan ikan, kini jadi eksportir hasil laut terbesar. Sebaliknya, kebanyakan konglomerat yang masuk ke sana ke mari, bahkan membuat bank ketika boom bisnis finasial 1980-an, akhirnya terpuruk dan jadi pasien BPPN.
Fokus itu bertahun-tahun. Bukan cuma beberapa tahun. Apalagi beberapa bulan. Maka fokus di sini adalah fokus yang butuh kesadaran dan penuh passion.
Ketiga, Determinasi.
Pengusaha itu jatuh sekali, bangun dua kali. Jatuh dua kali, bangun tiga kali. Jatuh sepuluh kali, bangun sebelas kali, dan seterusnya. Sama seperti laba-laba membangun sarangnya. Ia terus menerus merajut sarang. Meski kena angin dan jatuh, ia kembali lagi meneruskan sarangnya agar jadi utuh. Jatuh lagi pun, ia kembali lagi. Seperti tak kenal lelah. Tak kenal kecewa. Tak kenal putusasa. Tak kenal mengeluh.
Mereka punya determinasi.
Tak kenal menyerah sebelum saatnya.
=============================================================================
Aspek Mental Bagi Wirausahawan
Aspek mental dilain pihak, berpengaruh langsung kepada prestasi usahawan, karena yang menjadi pemicu pada umumnya adalah tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam bidang usaha itu sendiri. Kegagalan-kegagalan , kerugian-kerugian, tekanan pihak lain dan sebagainya merupakan sebagian kecil yang menjadi penyebab seorang pengusaha mengalami jatuh-mental (mental break-down). Sekali pengusaha jatuh mentalnya secara parah, ada harapan ia akan mangalami trauma, dan kemungkinan besar tidak pernah lagi berkeinginan untuk berwiraswasta.
Kejadian seperti itulah yang perlu diwaspadai sejak dini oleh mereka, kaum wiraswastawan. Karena mental adalah sesuatu yang tidak kasat mata, abstrak dan terletak didalam, aspek ini agak lebih sulit dideteksi kapan terjadi degradasi, rongrongan, pengikisan, dan lain sebagainya. Adakalanya, seorang individu yang tadinya merasa tidak ada masalah dengan mentalnya, pada saat terjadi suatu “bencana bisnis” (business disaster) seperti kerugian besar secara mendadak, atau kebangkrutan, langsung mengalami jatuh-mental yang parah. Pada kasus-kasus tertentu, ada yang mengakibatkan orang tersebut gila atau mungkin juga bunuh diri.
Salah satu contoh, pada waktu pusat perbelanjaan Harco didaerah Glodok Jakarta terbakar beberapa tahun silam, seorang pengusaha yang tokonya habis terbakar langsung berusaha bunuh diri, dengan jalan menelan sikat gigi !
Kejadian tersebut menunjukkan bahwa sipengusaha tidak siap secara mental. Dan hal ini, dengan berbagai ragam perwujudannya, banyak sekali terjadi dimana-mana. Seperti kisah Malcolm McGregor pada bab ini, tidak kurang dari tokoh-tokoh bisnis kelas gajah di Amerika, harus mengalami akhir hidup yang begitu mengenaskan akibat ketidak siapan mentalnya. Ada yang gila, ada yang bunuh diri dan ada yang harus masuk penjara sebelum meninggal.
Untuk mengantisipasi hal sedemikian, para wiraswastawan perlu membekali diri dengan nilai-nilai sikap mental yang kuat, baik, tangguh dan tahan banting. Bagaimana caranya ? Tahap pertama untuk mempersiapkan diri menjadi figur usahawan ulet, adalah dengan jalan belajar dan membuka wawasan tentang nilai-nilai yang dibutuhkan. Tahap kedua, melatih dan membiasakan diri untuk mempraktekkan apa yang sudah dipelajari, serta pada tahap ketiga, berusaha mempertahankan sikap mental yang sudah baik itu, melalui kebiasaan-kebiasaan hidup yang menunjang dan selaras.
Ada beberapa faktor, yang menjadi kunci keberhasilan pengusaha dalam membina dan mempertahankan ketahanan mental, yaitu: faktor intelejensia, motivasi dan proaktivitas. Intelejensia merupakan unsur kecerdasan, hubungannya adalah untuk memungkinkan orang meningkatkan pengetahuan serta keahlian. Motivasi menciptakan dorongan yang menggebu dalam mencapai suatu tujuan sedangkan proaktivitas selalu menuntun manusia dominan terhadap dirinya sendiri, tanpa goyah karena pengaruh, tekanan atau teror dari luar, baik orang lain ataupun lingkungan.
Wiraswastawan perlu memiliki intelejensia, karena dengan itu ia bisa mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian, yang pada gilirannya nanti akan sangat membantu kiprahnya didunia usaha. Beberapa literatur menjelaskan bahwa intelejensia dapat dilatih, berdasarkan pendapat bahwa manusia akan semakin cerdas bila otaknya semakin sering dipergunakan untuk berpikir. Kenyataan memang menunjukkan, seperti telah disinggung sebelumnya, pengusaha itu adalah “pekerja otak”, dan setiap saat ia perlu berpikir untuk mengatur strategi bisnis, mencari terobosan-terobosan , memecahkan masalah-masalah dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu selalu dianjurkan agar pengusaha tetap konsisten belajar, mencari dan menambah ilmunya disegala disiplin agar bisa membuat diri dan perusahaannya menjadi kuat serta memiliki kesadaran teknologi (technology awareness) dan inovatif dalam meciptakan produk-produk baru.
http://myduit.wordpress.com/category/mental-pengusaha/